Tuesday, February 19, 2019

Pendidikan Nonformal: Solusi Putus Sekolah dan Buta Huruf untuk Masyarakat Desa


Pendidikan Nonformal merupakan salah satu jalur pendidikan yang ada di Indonesia seperti yang tertuang di dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional membagi jalur pendidikan menjadi tiga, yaitu pendidikan formal (Sekolah), Nonformal dan Informal (Luar Sekolah). Pendidikan Nonformal berfungsi sebagai pengganti, penambah dan pelengkap dari pendidikan formal. Masing-masing dari jalur tersebut mempunyai fungsi yang sama yaitu tercapainya hak warga negara untuk mendapatkan akses pendidikan yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 Ayat 1 yang berbunyi setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Hak pendidikan menjadi hak setiap warga negara tanpa membedakan usia, jenis kelamin, suku, ras, agama dan kelompok.

Selama ini masyarakat kadang masih kurang sadar, bahwa pendidikan itu adalah hak bagi mereka dan pemerintah wajib untuk memberikan hak tersebut. Perjuangan untuk memudahkan akses masyarakat terhadap pendidikan telah banyak dilakukan, salah satunya adalah Paulo Freire seorang tokoh pendidikan asal Brazil yang melakukan perjuangan untuk penyadaran terhadap masyarakat yang masih terbelakang secara pendidikan dengan proses konsientisasinya (pendidikan penyadaran) dengan dimulai memberantas buta huruf yang terjadi pada masyarakat tersebut. Hal yang dilakukan oleh Paulo Freire ini sejalan dengan esensi dari lahirnya pendidikan nonformal itu sendiri, yaitu memberikan akses pendidikan masyarakat yang membutuhkan, dimulai dari memberantas buta huruf.
Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur telah melakukan survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS) Tahun 2016 di 10 kabupaten/kota . Hasilnya adalah masih ada 1,18 persen penduduk usia 15 tahun ke atas yang masih buta huruf dan 98,82 persen penduduk usia tersebut sudah dapat membaca dan menulis. Dari data tersebut buta huruf tertinggi kebanyakan berada di desa.

UU No. 6 Tahun 2014 mendefinisikan Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Permasalahan pendidikan yang terjadi di desa perlu adanya sinergitas. Sinergitas yang penulis maksud adalah sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat itu sendiri. Permasalahan buta huruf atau putus sekolah di desa menjadi tanggung jawab masing-masing aktor tersebut, terutama pemerintah terkhusus pemerintah desa. Permasalahan akses pendidikan di desa yang masih belum terjangkau oleh sistem pendidikan formal bisa diatasi melalui dengan pendidikan nonformal. Bagaimana caranya? Pemerintah desa dapat mengalokasikan dana desa dari pemerintah pusat atau dikenal dengan nama Dana Desa (DD) ataupun Anggaran Dana Desa (ADD) dari pemerintah kabupaten. Apa fungsinya? Agar masyarakat di desa tersebut yang masih buta huruf dan belum mendapatkan akses pendidikan formal bisa diselesaikan dengan pendidikan nonformal yang berbasis di desa.

Pendidikan nonformal melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dapat mengeluarkan ijazah paket A, B dan C. Paket A, B dan C ini sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003, ijazahnya setara dengan ijazah pendidikan formal. Sehingga, baik buta huruf maupun putus sekolah yang ada di desa tersebut bisa terselesaikan. PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) merupakan satuan dari pendidikan nonformal yang berbasis pada masyarakat dan menjadi solusi pendidikan bagi masyarakat desa. PKBM juga dapat menjadi pusat untuk pelatihan life Skills kepada masyarakat dengan berbasis konteks lokal yang ada pada masyarakat tersebut. PKBM dapat menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat desa untuk memeroleh pengetahuan dan keterampilan, memeroleh keterampilan kecakapan hidup, mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri dan melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.

PKBM dalam konteks pendidikan nonformal dapat menjadi core dari berbagai satuan pendidikan nonformal, seperti Pendidikan Anak Usia Dini, Kursus dan Pelatihan, Taman Bacaan Masyarakat (Perpustakaan Masyarakat Desa), Taman Pendidikan Keagamaan misal Taman Pendidikan Al-Qur’an, dll. PKBM menjadi wadah dalam menyelesaikan persoalan-persoalan pendidikan di luar dari pendidikan formal.

Satuan pendidikan nonformal PKBM dapat didirikan dengan mendaftarkannya pada pembuat akta notaris (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga/AD-ART), izin domisili dari pemerinta setempat, memiliki tempat yang jelas, NPWP atas nama PKBM, Rekening Bank atas nama PKBM, izin operasional, program kerja, warga belajar, tenaga pendidik dan lainnya. Dengan adanya satuan pendidikan nonformal di desa berbentuk seperti PKBM, banyak solusi yang akan bisa diselesaikan berkaitan dengan masalah-masalah pendidikan yang ada di desa.
Jika BUMDES (Badan Usaha Milik Desa) sebagai tonggak kemandirian ekonomi masyarakat di desa, maka PKBMDES (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Desa) sebagai solusi pemberantasan buta huruf dan putus sekolah yang berbasis masyarakat di desa.    


Andi Ismail Lukman
Tulisan ini telah terbit di Opini Kaltim Post Tanggal 20 November 2018

No comments:

Post a Comment