Corporate Social Responsibilty
(CSR) merupakan kewajiban perusahaan untuk menjalankan
tanggung jawab sosial kepada masyarakat yang diatur dalam kebijakan negara. UU
Nomor 40 tahun 2007 Pasal 74 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan,
menjelaskan bahwa, 1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam melaksanakan Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan, 2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan
kepatutan dan kewajaran, 3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan diatur
dengan pemerintah. Aturan tersebut menjadi kekuatan hukum agar perusahaan
menjalankan tanggung jawab sosial perusahannya dan akan diberikan sanksi oleh
negara jika tidak melaksanakannya.
International Petroleum Industry
Environment Conservation Association (IPIECA) menegaskan
bahwa adanya CSR di industri minyak dan gas bumi akan memberikan beberapa
manfaat. Pertama, membantu perusahaan membangun reputasi positif di mata
investor, pemerintah dan media. Reputasi ini menjadi kebutuhan di tengah
kompetisi bisnis migas yang semakin ketat. Kedua, meningkatkan iklim bisnis
industri minyak dan gas bumi. Publikasi baik perusahaan-perusahaan minyak dan
gas bumi menempatkan sektor migas sebagai industri yang baik. Lembaga-lembaga civil society cermat dan giat
mengkampanyekan penolakan industri yang tergolong mengancam kehidupan. Ketiga,
mendorong akses untuk perluasan bisnis dalam negeri maupun lintas negara.
Keempat, semakin diminati para pekerja karena merasa nyaman bekerja di
institusi yang menghargai hak asasi manusia. Kelima, menjaga kepastian produksi
melalui tumbuhnya lisensi sosial. Lisensi Sosial merupakan kebutuhan pokok bagi
industri minyak dan gas bumi. Banyak perusahaan yang harus berhenti produksi
karena gangguan sosial. Jutaan dollar investasi terbuang karena terhentinya
pekerjaan yang tidak mendapatkan izin dari masyarakat. Kelima kebermanfaatan di
atas inilah yang secara alami “memaksa” perusahaan melaksanakan CSR atas
kesadaran diri tanpa keterpaksaan regulasi (Bahruddin, 2012:108)
CSR
sudah menjadi keharusan dan diharapkan mampu memberikan manfaat kepada
masyarakat, terkhusus masyarakat yang berada di sekitar perusahaan.
Masalah-masalah sosial yang berkaitan dengan pendidikan, sekiranya dapat menjadi
prioritas dalam perencanaan dan pelaksanaan program CSR. Masalah pendidikan
seperti putus sekolah, kurangnya pendidikan Life
Skills masyarakat dan buta huruf menjadi permasalahan pendidikan yang
urgent untuk diselesaikan.
Konsep
pendidikan di Indonesia sesuai yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional membagi tiga jalur pendidikan, yaitu pendidikan
formal, nonformal dan informal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang
terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan
keluarga dan lingkungan, dan pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di
luar dari pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. Pendidikan nonformal merupakan pendidikan alternatif yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat, karena dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan
konteks permasalahan setempat dan bersifat fleksibel.
Permasalahan
seperti putus sekolah, buta huruf dan kurangnya pendidikan life skills masyarakat dapat diselesaikan melalui pendidikan
nonformal. Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang berbasis pada masyarakat
dan menjadi solusi untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan yang ada di
masyarakat. Akan tetapi, dalam implementasi pendidikan nonformal, kadang masih
jauh panggang dari api, karena keterbatasan pemerintah untuk menjangkau semua
permasalahan pendididikan, yaitu putus sekolah, buta huruf dan pendidikan life skills masyarakat. Keterbatasan ini
dapat dapat diselesaikan dengan adanya sinergi antar aktor, yaitu aktor negara,
swasta dan lembaga civil society
Sinergi
aktor swasta atau perusahaan dilaksanakan melalui CSR. CSR dapat membuat program yang berkaitan
dengan pendidikan nonformal. Sebagai langkah awal, pelaksanaan CSR memprioritaskan
pendirian lembaga pendidikan masyarakat. Lembaga pendidikan masyarakat yang berbasis
pendidikan nonformal, seperti Rumah Pintar atau Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM). Rumah pintar atau Pusat Kegiatan belajar Masyarakat yang
merupakan satuan pendidikan nonformal, menjadi wadah atau rumah untuk
menyelesaikan persoalan putus sekolah, buta huruf dan membekali masyarakat
suatu keterampilan yaitu melalui pendidikan life
skills.
Dengan
adanya satuan pendidikan nonformal seperti Rumah Pintar atau Pusat Kegiatan
Belajar masyarakat yang didirikan oleh CSR, menjadi solusi bagi masyarakat
untuk menyelesaikan berbagai masalah yang terkait dengan pendidikan.
Tulisan ini telah terbit di opini Kaltim Post tanggal 5 Februari 2019
No comments:
Post a Comment