Tuesday, February 26, 2019

PENGALAMAN PINDAH HOMEBASE DARI SWASTA KE NEGERI

Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatu

Postingan kali ini, penulis akan berbagi pengalaman terkait perpindahan Homebase dari Perguruan tinggi swasta ke perguruan tinggi negeri.

Kampus saya sebelum pindah yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Kesejahteraan Sosial (STIKS) Tamalanrea Makassar ke Universitas Mulawarman.

Adapun langkah-langkahnya adalah:
Cara pengurusan di kampus SWASTA dan LLDIKTI/Kopertis
1. Anda harus punya izin dari kampus yang akan melepas anda dan merelakan anda untuk pindah

2. Setelah ada izin silahkan meminta ke ketua/rektor kampus anda surat keterangan lolos butuh 

3. Jika sudah mendapatkan surat keterangan lolos butuh, silahkan anda bawa ke Kopertis?LLDIKTI
dan tanyakan ke resepsionisnya di mana tempat pengurusan perpindahan homebase karena masing-masing sudah punya tugasnya sendiri.

4. siapkan berkas surat keterangan lolos butuh dari kampus swasta, SK kelulusan(Surat penerimaan dari kampus negeri), lampirkan ijazah dan transkrip S1 dan S2 (jika dibutuhkan), print out Profil NIDN anda di forlap dikti.

5. Tunggu konfirmasi dari operator perpindahan homebas dari LLDIKTI

6. Setelah disetujui oleh ketua LLDIKTI maka akan keluar surat perpindahan homebase dan NIDN sudah dicabut/dilepas ke kampus tujuan.

7. scan surat perpindahan dari LLDIKTI untuk pengajuan penerimaan homebase di kampus negeri.

Cara Pengurusan di kampus negeri
1. Menghadap ke bagian operator kampus negeri, kemudian tanyakan berkas yang perlu disipakan untuk perpindahan

2. Silahkan cek NIDN anda, apakah telah dilepas oleh LLDIKTI tempat asal anda

3. Jika sudah, maka persiapkan berkas-berkas untuk pengajuan perpindahan

4. Pengalaman berkas penulis yang harus disiapkan:
    1) KTP (Jpeg)
    2) SK Rektor Non PNS (Jika diterima non pns)/ SK CPNS/PNS Bagi yang PNS (PDF)
    3) SK Pemberhentian Lolos dari kampus asal (PDF)
    4) Surat perpindahan dari Kopertis/LLDIKTI (PDF)
    5) Surat Pernyataan Dosen (PDF)
    6) SK Mengajar jika sudah ada
5. Semua faile tersebut pada poin 4 diserahkan ke operator kampus negeri yang ada di rektorat
6. Setelah diterima silahkan tunggu kurang lebih 3 minggu
7. Cek selalu di frolap dikti NIDN anda apakah sudah dipindahkan atau tidak

Semoga bermanfaat..Jika ada pertanyaan bisa ditanyakan langsung ke kolom komentar. 




Tuesday, February 19, 2019

Relevansi CSR untuk Pendidikan Nonformal


Corporate Social Responsibilty (CSR) merupakan kewajiban perusahaan untuk menjalankan tanggung jawab sosial kepada masyarakat yang diatur dalam kebijakan negara. UU Nomor 40 tahun 2007 Pasal 74 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan, menjelaskan bahwa, 1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, 2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran, 3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan pemerintah. Aturan tersebut menjadi kekuatan hukum agar perusahaan menjalankan tanggung jawab sosial perusahannya dan akan diberikan sanksi oleh negara jika tidak melaksanakannya.

International Petroleum Industry Environment Conservation Association (IPIECA) menegaskan bahwa adanya CSR di industri minyak dan gas bumi akan memberikan beberapa manfaat. Pertama, membantu perusahaan membangun reputasi positif di mata investor, pemerintah dan media. Reputasi ini menjadi kebutuhan di tengah kompetisi bisnis migas yang semakin ketat. Kedua, meningkatkan iklim bisnis industri minyak dan gas bumi. Publikasi baik perusahaan-perusahaan minyak dan gas bumi menempatkan sektor migas sebagai industri yang baik. Lembaga-lembaga civil society cermat dan giat mengkampanyekan penolakan industri yang tergolong mengancam kehidupan. Ketiga, mendorong akses untuk perluasan bisnis dalam negeri maupun lintas negara. Keempat, semakin diminati para pekerja karena merasa nyaman bekerja di institusi yang menghargai hak asasi manusia. Kelima, menjaga kepastian produksi melalui tumbuhnya lisensi sosial. Lisensi Sosial merupakan kebutuhan pokok bagi industri minyak dan gas bumi. Banyak perusahaan yang harus berhenti produksi karena gangguan sosial. Jutaan dollar investasi terbuang karena terhentinya pekerjaan yang tidak mendapatkan izin dari masyarakat. Kelima kebermanfaatan di atas inilah yang secara alami “memaksa” perusahaan melaksanakan CSR atas kesadaran diri tanpa keterpaksaan regulasi (Bahruddin, 2012:108)

CSR sudah menjadi keharusan dan diharapkan mampu memberikan manfaat kepada masyarakat, terkhusus masyarakat yang berada di sekitar perusahaan. Masalah-masalah sosial yang berkaitan dengan pendidikan, sekiranya dapat menjadi prioritas dalam perencanaan dan pelaksanaan program CSR. Masalah pendidikan seperti putus sekolah, kurangnya pendidikan Life Skills masyarakat dan buta huruf menjadi permasalahan pendidikan yang urgent untuk diselesaikan.

Konsep pendidikan di Indonesia sesuai yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional membagi tiga jalur pendidikan, yaitu pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan, dan pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar dari pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal merupakan pendidikan alternatif yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan konteks permasalahan setempat dan bersifat fleksibel.

Permasalahan seperti putus sekolah, buta huruf dan kurangnya pendidikan life skills masyarakat dapat diselesaikan melalui pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang berbasis pada masyarakat dan menjadi solusi untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan yang ada di masyarakat. Akan tetapi, dalam implementasi pendidikan nonformal, kadang masih jauh panggang dari api, karena keterbatasan pemerintah untuk menjangkau semua permasalahan pendididikan, yaitu putus sekolah, buta huruf dan pendidikan life skills masyarakat. Keterbatasan ini dapat dapat diselesaikan dengan adanya sinergi antar aktor, yaitu aktor negara, swasta dan lembaga civil society
Sinergi aktor swasta atau perusahaan dilaksanakan melalui CSR.  CSR dapat membuat program yang berkaitan dengan pendidikan nonformal. Sebagai langkah awal, pelaksanaan CSR memprioritaskan pendirian lembaga pendidikan masyarakat. Lembaga pendidikan masyarakat yang berbasis pendidikan nonformal, seperti Rumah Pintar atau Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Rumah pintar atau Pusat Kegiatan belajar Masyarakat yang merupakan satuan pendidikan nonformal, menjadi wadah atau rumah untuk menyelesaikan persoalan putus sekolah, buta huruf dan membekali masyarakat suatu keterampilan yaitu melalui pendidikan life skills.

Dengan adanya satuan pendidikan nonformal seperti Rumah Pintar atau Pusat Kegiatan Belajar masyarakat yang didirikan oleh CSR, menjadi solusi bagi masyarakat untuk menyelesaikan berbagai masalah yang terkait dengan pendidikan.

Andi Ismail Lukman
Tulisan ini telah terbit di opini Kaltim Post tanggal 5 Februari 2019

Pendidikan Nonformal: Solusi Putus Sekolah dan Buta Huruf untuk Masyarakat Desa


Pendidikan Nonformal merupakan salah satu jalur pendidikan yang ada di Indonesia seperti yang tertuang di dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional membagi jalur pendidikan menjadi tiga, yaitu pendidikan formal (Sekolah), Nonformal dan Informal (Luar Sekolah). Pendidikan Nonformal berfungsi sebagai pengganti, penambah dan pelengkap dari pendidikan formal. Masing-masing dari jalur tersebut mempunyai fungsi yang sama yaitu tercapainya hak warga negara untuk mendapatkan akses pendidikan yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 Ayat 1 yang berbunyi setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Hak pendidikan menjadi hak setiap warga negara tanpa membedakan usia, jenis kelamin, suku, ras, agama dan kelompok.

Selama ini masyarakat kadang masih kurang sadar, bahwa pendidikan itu adalah hak bagi mereka dan pemerintah wajib untuk memberikan hak tersebut. Perjuangan untuk memudahkan akses masyarakat terhadap pendidikan telah banyak dilakukan, salah satunya adalah Paulo Freire seorang tokoh pendidikan asal Brazil yang melakukan perjuangan untuk penyadaran terhadap masyarakat yang masih terbelakang secara pendidikan dengan proses konsientisasinya (pendidikan penyadaran) dengan dimulai memberantas buta huruf yang terjadi pada masyarakat tersebut. Hal yang dilakukan oleh Paulo Freire ini sejalan dengan esensi dari lahirnya pendidikan nonformal itu sendiri, yaitu memberikan akses pendidikan masyarakat yang membutuhkan, dimulai dari memberantas buta huruf.
Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur telah melakukan survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS) Tahun 2016 di 10 kabupaten/kota . Hasilnya adalah masih ada 1,18 persen penduduk usia 15 tahun ke atas yang masih buta huruf dan 98,82 persen penduduk usia tersebut sudah dapat membaca dan menulis. Dari data tersebut buta huruf tertinggi kebanyakan berada di desa.

UU No. 6 Tahun 2014 mendefinisikan Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Permasalahan pendidikan yang terjadi di desa perlu adanya sinergitas. Sinergitas yang penulis maksud adalah sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat itu sendiri. Permasalahan buta huruf atau putus sekolah di desa menjadi tanggung jawab masing-masing aktor tersebut, terutama pemerintah terkhusus pemerintah desa. Permasalahan akses pendidikan di desa yang masih belum terjangkau oleh sistem pendidikan formal bisa diatasi melalui dengan pendidikan nonformal. Bagaimana caranya? Pemerintah desa dapat mengalokasikan dana desa dari pemerintah pusat atau dikenal dengan nama Dana Desa (DD) ataupun Anggaran Dana Desa (ADD) dari pemerintah kabupaten. Apa fungsinya? Agar masyarakat di desa tersebut yang masih buta huruf dan belum mendapatkan akses pendidikan formal bisa diselesaikan dengan pendidikan nonformal yang berbasis di desa.

Pendidikan nonformal melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dapat mengeluarkan ijazah paket A, B dan C. Paket A, B dan C ini sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003, ijazahnya setara dengan ijazah pendidikan formal. Sehingga, baik buta huruf maupun putus sekolah yang ada di desa tersebut bisa terselesaikan. PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) merupakan satuan dari pendidikan nonformal yang berbasis pada masyarakat dan menjadi solusi pendidikan bagi masyarakat desa. PKBM juga dapat menjadi pusat untuk pelatihan life Skills kepada masyarakat dengan berbasis konteks lokal yang ada pada masyarakat tersebut. PKBM dapat menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat desa untuk memeroleh pengetahuan dan keterampilan, memeroleh keterampilan kecakapan hidup, mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri dan melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.

PKBM dalam konteks pendidikan nonformal dapat menjadi core dari berbagai satuan pendidikan nonformal, seperti Pendidikan Anak Usia Dini, Kursus dan Pelatihan, Taman Bacaan Masyarakat (Perpustakaan Masyarakat Desa), Taman Pendidikan Keagamaan misal Taman Pendidikan Al-Qur’an, dll. PKBM menjadi wadah dalam menyelesaikan persoalan-persoalan pendidikan di luar dari pendidikan formal.

Satuan pendidikan nonformal PKBM dapat didirikan dengan mendaftarkannya pada pembuat akta notaris (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga/AD-ART), izin domisili dari pemerinta setempat, memiliki tempat yang jelas, NPWP atas nama PKBM, Rekening Bank atas nama PKBM, izin operasional, program kerja, warga belajar, tenaga pendidik dan lainnya. Dengan adanya satuan pendidikan nonformal di desa berbentuk seperti PKBM, banyak solusi yang akan bisa diselesaikan berkaitan dengan masalah-masalah pendidikan yang ada di desa.
Jika BUMDES (Badan Usaha Milik Desa) sebagai tonggak kemandirian ekonomi masyarakat di desa, maka PKBMDES (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Desa) sebagai solusi pemberantasan buta huruf dan putus sekolah yang berbasis masyarakat di desa.    


Andi Ismail Lukman
Tulisan ini telah terbit di Opini Kaltim Post Tanggal 20 November 2018

Kemiskinan, Pemberdayaan Masyarakat, dan Pendidikan Nonformal


Kemiskinan merupakan salah satu masalah klasik yang harus segera ditanggulangi. Menurut Miradj dan Sumarno ada beberap hal yang menyebabkan kondisi kemiskinan masih sulit untuk diminimalkan. Pertama, kondisi anggota masyarakat yang belum ikut serta dalam proses yang berkualitas, faktor produksi yang memadai. Kedua, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat pedesaan. Ketiga, pembangunan yang direncanakan pemerintah tidak sesuai dengan kemampuan masyarakat untuk berprestasi sehingga tidak dijangkau oleh masyarakat.

Menurut data BPS, Kalimantan Timur pada maret 2018, jumlah penduduk miskin sebesar 218,90 (6,03 persen). Selama periode september 2017-maret 2018 penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebanyak 1,94 ribu orang atau secara persentase turun 0,13 persen dari 102,39 ribu orang pada september 2017 menjadi 100,45 ribu orang pada Maret 2018. Penduduk miskin di daerah pedesaan naik sebanyak 2,16 ribu orang atau secara persentase meningkat sebesar 0,09 persen dari 116,28 ribu orang pada september 2017 menjadi 117,44 ribu orang pada Maret 2018.

Kemiskinan tersebut sebenarnya dapat ditanggulangi melalui pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya yang dapat ditempuh agar masyarakat dapat melepaskan diri dari ketidakmampuan untuk menjalani proses kehidupan secara wajar atau sesuai dengan taraf hidup masyarakat pada umumnya dalam berbagai segi kehidupan, termasuk ekonomi, sosial, budaya, politik dan sebagainya. Sasmita (1997) menyatakan bahwa memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.

Salah satu jalan yang ditempuh untuk memberdayakan masyarakat miskin melalui pendidikan. Miradj dan sumarno mengemukakan bahwa pendidikan merupakan pusat dalam pembangunan manusia yang cerdas dan berkualitas, dan sangat mendorong pertumbuhan ekonomi, politik, sosial, dan budaya demi kemajuan suatu daerah. Oleh karena itu, pendidikan menjadi jalan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki daya saing yang tinggi.

Peran pemerintah untuk memastikan terpenuhinya hak pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia sebagai mana yang tercantum dalam UUD 1945 ayat 31 yang berbunyi setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 1 ayat 11,12 dan 13 dijelaskan bahwa terdapat tiga jalur pendidikan, yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, dan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

Pendidikan formal dalam pelaksanaannya kurang mampu menjangkau semua lapisan sehingga sangat dibutuhkan pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal menjelma menjadi pendidikan alternatif yang hadir dengan konsep kemasyarakatan. Pendekatan pendidikan nonformal merupakan pendidikan yang tepat untuk membantu masyarakat. Karena mengingat saat ini sangat banyak masyarakat yang tidak dapat mengenyam pendidikan atau bahkan putus sekolah yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti biaya, bekerja, letak geografis, kultur, usia, dan sebaginya.

Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur telah melakukan survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS) di 10 kabupaten/kota. Hasilnya adalah masih ada 1,18 persen penduduk usia 15 tahun ke atas yang masih buta huruf dan 98,82 persen penduduk usia tersebut sudah dapat membaca dan menulis. Dari 1,18 persen penduduk yang masih buta huruf tersebut, bisa diberikan akses melalui pendidikan nonformal dengan mengajarkan pendidikan keaksaraan berbasis kebutuhan dan lingkungan masyarakat.

Pendidikan nonformal berbasis pada masyarakat yang berfungsi mengembangkan potensi masyarakat dengan menekankan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Selain itu, pendidikan nonformal diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan pendidikan yang berkualitas sebagai mana komitmen tujuan pembangunan berkelanjutan atau dikenal dengan dengan sebutan Sustainable Develepoment Goals (SDGs).

Pendidikan nonformal dapat digunakan untuk memerangi kemiskinan dengan membekali keterampilan bagi pengangguran, memberikan akses pendidikan bagi putus sekolah dan yang belum pernah mengenyam pendidikan melalui program paket A,B dan C. Pendidikan nonformal yang diperoleh masyarakat dapat memberdayakan masyarakat terkhusus masyarakat di pedesaan yang tingkat  kemiskinan lebih tinggi dan mengarahkan masyarakat untuk mencapai kemandirian dan kesejahteraan.

 Andi Ismail Lukman
Tulisan ini telah terbit di Opini Koran Kaltim Post tanggal 11 September 2018