Thursday, November 5, 2015

MODEL PEMBELAJARAN KEAKSARAAN MENGGUNAKAN MEDIA LAGU AKSARA




A.Ismail Lukman, S. P

Pendahuluan

Dalam konteks pemberantasan buta aksara diperlukan metode khusus dalam pembelajaran keaksaraan. Media dipandang sebagai alat atau sarana pembelajaran yang memainkan peran dalam menyampaikan materi-materi keaksaraan. Inovasi media pembelajaran menjadi kunci keberhasilan program keaksaraan, salah satunya dengan pemanfaatan media lagu aksara sebagai bentuk pengembangan media audio visual.

Keaksaraan menjadi permasalahan tersendiri bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Buta aksara merupakan salah salah satu bentuk ketertinggalan yang menjadi persoalan, dimana masyarakat yang mengalaminya tidak memiliki daya guna sama sekali. Semua masyarakat  ingin  menempati  posisi  teratas  dan  menjadi  nomor  satu  di  tempat  dia berada. Namun, masyarakat yang mengalami buta aksara sangat jauh dari impian tersebut, tempat terbawah dan menjadi pekerja kasar merupakan tempat yang mau tidak mau akan menjadi tempatnya.

Pendidikan keaksaraan merupakan salah satu jenis pendidikan yang dilakukan sebagai suatu proses yang menuntut warga belajarnya untuk mampu menguasai rana pendidikan yaitu membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Jenis pendidikan ini termasuk dalam bagian  jenis  pendidikan  nonformal,  sebab  diselenggarakan  di  luar  lingkungan  dan aturan yang memang ditentukan pendidikan formal.



Ada permasalahan yang terjadi pada masyarakat yang kemudian disebut sebagai warga belajar yaitu (1) Ketidakmampuan secara ekonomi menjadi sebab warga belajar tidak mengenyam pendidikan formal, sehingga warga belajar mengalami buta aksara, (2) Pembelajaran keaksaraan selama ini bersifat kaku dan kurang dapat mentransfer materi- materi pengajaran, sehingga berdampak pada kurangnya kemampuan warga belajar dalam membaca berkenaan dengan pengenalan atau penyebutan huruf, (3) Media pembelajaran audio visual berbentuk lagu aksara” dianggap perlu diterapkan dalam pembelajaran keaksaraan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan warga belajar dalam calistung.

Media Audio Visual dalam hal ini lagu aksara dirasakan dapat menambah efektivitas komunikasi dan interaksi antara tutor dan warga belajar. Penggunaan media lagu harus sejalan dengan tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Media pembelajaran audio- visual adalah media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran.

Lagu merupakan sebuah teks yang dinyanyikan. Lagu berasal dari sebuah karya tertulis yang  diperdengarkan  dengan  iringan  musik.  Mendengarkalagu  memberikan  efek sedih, senang, bersemangat, dan perasaan emosi lain. Selain itu, lagu mampu menyediakan sarana ucapan yang secara tidak sadar disimpan dalam memori di otak. Keadaan  ini  yang  justru  menjadikan  proses  pembelajaran  menjadi  tidak  kaku, dan terkesan dikondisikan, yang kadang dalam beberapa hal tidak disenangi oleh siswa. Melihat keuntungan tersebut, lagu memberikan keuntungan tersendiri bagi pengajaran pengucapan, sehingga hasilnya dianggap lebih efektif.



Acuan Teori

Pendidikan keaksaaran sangat berperan penting dalam perkembangan pendidikan karena berfungsi untuk meningkatkan mutu masyarakat terutama yang berkaitan dengan pendidikan itu sendiri. Pendidikan keaksaraan adalah suatu bentuk layanan pendidikan nonformal  bagi  masyarakat  yang belum  dan  ingin  memiliki  kemampuan  membaca, menulis, dan berhitung (calistung), yang bersifat fungsional bagi kehidupannya, ditambahkan pula oleh Amri (2010: 85) yang menyatakan bahwa:
Pendekatan yang harus digunakan dalam penyelenggaraan keaksaraan meliputi: (1) mengembangkan kemampuan calistung dengan menekankan pada kemampuan menulis, membaca, dan berhitung, (2) menekankan keterlibatan warga belajar secara aktif dan kreatif, (3) membangun pengetahuan, pengalaman dengan memperhatikan tradisi lisan warga belajar (bahasa ibu) dan keaksaraan lain, (4) dalam mengajar mengutamakan bahan belajar yang digali dari lingkungan hidup warga belajar yang memiliki karakteristik beragam, (5) proses pembelajaran harus didesain agar responsive dan relevan dengan konteks sosial- kultural warga belajar.

Dalam konteks pengembangan kemampuan calistung dalam pembelajaran keaksaraan, maka diperlukan pengetahuan dasar mengenai menulis dan membaca. Perihal tersebut, pengenalan awal dapat dilakukan dengan menjelaskan mengenai huruf dan tanda atau simbol-simbol aksara. Seperti yang dikemukakan oleh Alwi (2007: 413) yang menjelaskan bahwa huruf adalah tanda aksara dalam tata tulis yang merupakan anggota abjad yang melambangkan bunyi bahasa. Lebih lanjut, menurut waridah (2009: 4) menyebutkan bahwa pemakaian huruf dibedakan menjadi 4 macam jenis huruf, yaitu (1) Huruf vokal (a,i,u,e,o), (2) Huruf Konsonan, (3) Huruf diftong (ai,au,oi), dan (4) Gabungan huruf konsonan (kh,ng, ny,sy).

Pembelajaran keaksaraan yang di dalamnya terdapat materi-materi calistung harus dipahami mengenai cara penyampaiannya kepada masyarakat yang masih buta aksara atau  dalam  hal  ini  disebut  warga  belajar.  Penyampaian  materi-materi  calistung



dilakukan mulai dari materi paling dasar, yaitu pengenalan abjad (alfabet). Sarana untuk menyampaikan materi tersebut dilakukan melalui media yang disebut media pembelajaran.

Arsyad (2011) menjelaskan bahwa media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Ditambah pula oleh Gerlach dan Ely (dalam Arsyad, 1971) yang mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat warga belajar mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.

Dalam  pengertian  ini,  tutor,  buku  teks,  dan  lingkungan  sekolah  merupakan  media. Secara lebih khusus, media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat   grafis,  photografis,  atau  elektronis  untuk  menangkap,  memproses,  dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Media dalam proses belajar mengajar juga harus disesuaikan dengan tujuan instruksional dan sasaran pengguna media. Selain itu, penerapan media dalam proses belajar mengajar harus dapat membangkitkan rasa ingin tahu dan minat, membangkitkan motivasi dan rangsangan dalam proses belajar mengajar, serta dapat mempengaruhi psikologi warga belajar. Salah satu media yang memiliki muatan tersebut yaitu media lagu.

Suhart (dala Wardah 2005:37 mengungkapka bahwa   lagu   adala sarana informasi dan  edukasi  bagi  negara dan  bagi  masyarakatSebagai  sarana  informasi, lagu sebagai sarana penyampaian  ungkapan  hati  atau  ungkapan  perasaan  seorang penyair     kepada     pendengar.  Lebih  lanjut,  Gustiani  (2006:  32)  mengemukakan



kelebiha dar media   lag adala pertama   bisa   diputa berulang-ulan sesuai kebutuha siswa kedu lagu   dapa dihapu da digunaka kembali ketiga mampu mengembangkan  imajinasi siswa,  keempat sangat efektif untuk pembelajaran bahasa,  kelima  penggandaanprogramnya  sangat  mudasehingga  bisa  diberikan kepada setiap anak didik.

Dalam pengaplikasiannya, media lagu yang berbentuk audio dikolaborasikan dengan media visual, dimana tampilan teks yang berisi materi pengenalan huruf (aksara) dapat ditayangkan melalui layar proyektor.



Model Konseptual

Berdasarkan acuan teori dan permasalahan yang ditemui di lapangan maka dapat diajukan model konseptual terkait keaksaraan yang berupa model pembelajaran keaksaraan menggunakan medialagu aksara.

Model pembelajaran keaksaraan ini ditujukan bagi masyarakat (warga belajar) sebagai sasaran dengan rentang usia di atas 15 tahun yang masih berkeaksaraan rendah. Hal ini didasarkan pada persoalan yang masih membelit terkait rendahnya keberaksaraan yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat. Program keaksaraan yang sudah berlangsung dirasa  masih  belum  mumpuni  (ampuh)  untuk  mengentaskan  masyarakat  dari  buta aksara. Pembelajaran keaksaraan yang terkesan kaku dirasakan menjadi sebab utama rendahnya kualitas pembelajaran. Hadirnya media lagu aksarasebagai wujud pengembangan dari media pembelajaran audio-visual berkontribusi besar dalam proses pembelajaran.



Model pembelajaran keaksaraan menggunakan media lagu aksara” terdiri dari 3 tahapan, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, dan (3) evaluasi. Tahap perencanaan lebih kepada persiapan, seperti halnya pada pembelajaran umumnya, tahap persiapan merupakan tahap awal untuk mempersiapkan beberapa elemen. Elemen tersebut antara lain; tujuan, materi, alat, sasaran dan evaluasi. Tahap kedua, tahap pelaksanaan merupakan tindak lanjut dari tahap perencanaan yang terdiri atas materi dan metode. Materi pada tahap pelaksanaan merupakan pengembangan materi pada tahap perencanaan yang sudah mengalami transformasi menjadi bentuk visual yang siap ditayangkan melalui layar proyektor. Materi tersebut berbentuk lirik lagu aksara yang memuat huruf-huruf (alfabet).

Tahap lanjut dari pelaksanaan mengarah pada isi model yang memiliki 5 alur secara berurutan. Pertama, pengantar (introduction) merupakan bagian awal sebagai bentuk pengenalan dan pembuka pembelajaran keaksaraan menggunakan media lagu aksara. Warga belajar akan diberikan arahan  selama 10 menit untuk memahami  dan dapat melaksanakan pembelajaran keaksaraan sesuai alur pembelajaran dengan media lagu aksara. Kedua, penayangan (performance) lagu aksara” menggunakan alat yang meliputi proyektor dan gitar selama 15 menit. Penayangan lagu aksara” dilakukan oleh instruktur atau tutor sebagai operator dalam menyampaikan materi keaksaraan dalam bentuk   nyanyian.   Proyektor   berfungsi   sebagai   alat   untuk   menayangka materi keaksaraan  yang berbentuk lirik lagu dagitar berfungsi  sebagai alat  musik untuk mengiringi lagu. Ketiga, latihan (practice), warga belajar akan mendapat panduan dari instruktur atau tutor untuk mempraktikkan materi keaksaraan yang sudah ditayangkan dengan alokasi waktu 25 menit. Keempat, uji kemampuan (test performance), warga belajar setelah melampaui tahap 1-3 kemudian akan diuji melalui tes yang berbentuk uji



kemampuan  secara  berturut-turut  mulai  dari  membaca  dan  menulis  dengan  alokasi waktu 20 menit. Kelima, tinjauan (review) merupakan bentuk evaluasi formatif untuk melihat kembali tingkat kemampuan warga belajar setelah menggunakan media lagu aksara dalam pembelajaran keaksaraan dengan alokasi waktu 10 menit.

Tahap terakhir, evaluasi terdiri atas evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilakukan di setiap usai pembelajaran keaksaraan menggunakan media lagu aksara, sedangkan evaluasi sumatif dilakukan sebagai bentuk evaluasi secara keseluruhan. Evaluasi sumatif berfungsi untuk mengetahui tingkat ketercapaian pembelajaran keaksaraa menggunaka media   lag aksara Ketercapaian   tersebut   berupa
peningkatan kemampuan calistung warga belajar.





Lampiran. Lagu Aksara



AKSARA

MARI KITA SEBUT HURUF A                                                                                                              G, EM, AM, D MARI KITA SEBUT HURUF B
MARI KITA SEBUT HURUF C

MARI KITA SEBUT HURUF D

MARI KITA SEBUT HURUF E MARI KITA SEBUT HURUF F MARI KITA SEBUT HURUF G MARI KITA SEBUT HURUF H
REFF: AYO BELAJAR, AGAR KITA PINTAR MEMBACA MARI KITA SEBUT HURUF I
MARI KITA SEBUT HURUF J

MARI KITA SEBUT HURUF K MARI KITA SEBUT HURUF L
MARI KITA SEBUT HURUF M

MARI KITA SEBUT HURUF N MARI KITA SEBUT HURUF O MARI KITA SEBUT HURUF P
BACK TO REFF:

MARI KITA SEBUT HURUF Q MARI KITA SEBUT HURUF R MARI KITA SEBUT HURUF S MARI KITA SEBUT HURUF T
MARI KITA SEBUT HURUF U MARI KITA SEBUT HURUF V MARI KITA SEBUT HURUF W MARI KITA SEBUT HURUF X
DUA HURUF LAGI YAKNI HURUF Y,Y, YEYE DAN Z NANANNANNANANANANANANANANANA



DAFTAR PUSTAKA



Alwi, Hasan, dkk. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Jakarta: Balai Pustaka.

------. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Amri,  M.  Ali  Latif,  dkk.  2010.  Pendidikan  Keaksaraan:  Kawasan  pesisir  dan kepulauan. Makassar: Pena Press.
Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Gustiani.       2006.       Hakikat       Lagu.       (http://blog       media       pembelajaran guru.blogspot.com/2012/06/penggunaan-media-lagu),  diunduh   pada   tanggal   4
0ktober 2014.

Kridalaksana,  Harimurti.  2008.  Kamus  Linguistik.  Jakarta:  PT  Gramedia  Pustaka

Utama.

Sadiman,  Arief.  Dkk.  2008.Media  Pendidikan:  Pengertian,  Pengembangan,  dan

Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Wardah.       2005.       Hakikat       Lagu.       (http://blog       media       pembelajaran guru.blogspot.com/2012/06/penggunaan-media-lagu),  diunduh  pada  tanggal  14
0ktober 2012.

Waridah,  Ernawati.  2009:  EYD  &  Seputar  Kebahasa-Indonesiaan.  Jakarta:  Kawan


Pustaka.

TANYA JAWAB MENGENAI PENDIDIKAN ORANG DEWASA


1.   1. Mengapa teori belajar orang dewasa oleh Malcolm S.Knowles dikatakan sebagai sesuatu yang dilupakan? Apakah teori belajar orang dewasa dibutuhkan bagi kegiatan pendidikan ? mengapa teori belajar orang dewasa dibutuhkan. Uraikan jawaban anda!

Jawaban
Teori belajar orang dewasa oleh Malcolm S. Knowles dikatakan sebagai sesuatu yang dilupakan karena teori belajar saat ini lebih banyak menekankan pada teori belajar behavioristik dan kognitif sedangkan untuk teori belajar orang dewasa atau biasa disebut teori belajar humanistik masih sangat kurang, dapat dilihat juga dengan indikator buku-buku yang berkaitan pembelajaran orang dewasa di dunia internasional dan nasional ini sangat kurang sehingga mengindikasikan proses penerapan teori tersebut sesuatu yang masih terlupakan atau dapat diartikan masih kuatnya pengaruh teori belajar behavioristik dan teori belajar kognitif sekarang ini. Teori belajar orang dewasa sangat-sangat dibutuhkan bagi kegiatan pendidikan karena teori belajar orang dewasa lebih menekankan kebebasan bagi individu untuk menentukan sendiri kebutuhannya sehingga peserta didik lebih mandiri, kreatif dan mampu mensinergiskan segala pengetahuan, sikap, dan keterampilannya untuk masyarakat di sekitarnya serta mendukung terciptanya pendidikan sepanjang hayat.

2.  2. Terdapat tiga gelombang teori belajar yaitu 1) Teori behavioristik atau S-R, 2) Teori belajar pertumbuhan kognitif, 3) Teori belajar humanistik. Jelaskan penekanan konsep masing-masing kelompok teori belajar diatas.

Jawaban
1)      Teori behavioristik umumnya teori ini digunakan pada usia bayi dengan menekankan pada perubahan perilaku melalui hubungan stimulus-respon (S-R), reinforcement (penguatan) yang biasanya menggunakan stimulus hadiah atau hukuman. Tokoh dari teori belajar behavioristik adalah Pavlov, Watson, Skinner, Wull, Guthrie dan Thorndike.
2)      Teori belajar pertumbuhan kognitif umumnya teori ini digunakan untuk anak-anak dan remaja dengan menekankan pada kemampuan kecerdasan intelektual dan kemampuan bahasa melalui pemikiran. Teori belajar pertumbuhan kognitif berusaha menjelaskan dalam belajar orang-orang berpikir. Tokoh dari teori belajar pertumbuhan kognitif adalah Piaget, Bruner dan Ausebel.
3)      Teori belajar humanistik pada dasarrnya memiliki tujuan belajar untuk memanusiakan manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Teori belajar humanistik umumnya digunakan untuk orang dewasa yang menekankan pada perubahan perilaku yang melibatkan perubahan kebiasaan, pikiran, nilai-nilai, kepribadian, keyakinan dan penggunaan pengalaman dalam kehidupan serta sinergitas antara pikiran dan perasaan. Tokoh teori belajar humanistik adalah Malcom S. Knowles, Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers.

3.    3. Apabila dibandingkan dengan kritik Paulo Freire dalam bukunya “Paedagogy of The Oppressed”; mana konsep pendidikan yang identik teori belajar behavioristik dan sebutkan alasan-alasan; mana konsep pendidikan yang identik dengan teori belajar humanistik dan sebutkan alasan-alasannya. Uraikan jawaban anda!

Jawaban
Dalam buku pendidikan kaum tertindas konsep pendidikan yang identik dengan teori belajar behavioristik adalah konsep pendidikan dengan gaya bank. Dalam konsep pendidikan dalam gaya bank, pengetahuan merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak memiliki pengetahuan apa-apa. Menganggap bodoh secara mutlak pada orang lain. Pendidikan gaya bank memelihara bahkan mempertajam kontradiksi itu melalui cara-cara dan kebiasaan-kebiasaan sebagai berikut.
1)      Guru mengajar, murid diajar.
2)      Guru mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa.
3)      Guru berpikir, murid dipikirkan.
4)      Guru bercerita, murid patuh mendengarkan.
5)      Guru menentukan peraturan, murid diatur.
6)      Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menyetujuinya.
7)      Guru berbuat, murid membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan gurunya.
8)      Guru memilih bahan dan isi pelajaran, murid (tanpa diminta pendapatnya) menyesuaikan diri dengan pelajaran itu.
9)      Guru mencampuradukkan kewenangan ilmu pengetahuan dan kewenangan jabatannya, yang ia lakukan untuk menghalangi kebebasan murid.
10)  Guru adalah subyek dalam proses belajar, murid adalah obyek belaka.
Tidaklah mengherankan jika konsep pendidikan gaya bank memandang manusia sebagai makhluk yang gampang untuk diatur. Semakin banyak murid yang menyimpan tabungan yang dititipkan kepada mereka, semakin kurang mengembangkan kesadaran kritis yang dapat mereka peroleh dari keterlibatan di dunia sebagai pengubah dunia tersebut.
Konsep pendidikan humanistik dalam buku pendidikan kaum tertindas yaitu konsep pendidikan yang membebaskan atau memerdekakan dari belenggu penjajahan, yang terletak pada usahanya ke arah rekonsiliasi. Pendidikan ini harus dimulai dengan pemecahan masalah kontradiksi guru-murid tersebut, dengan merujukkan kutub-kutub dalam kontradiksi itu, sehingga kedua-duanya secara bersama-samaan adalah guru dan murid. Freire terkenal dengan gagasannya “conscientization” atau dalam arti bahasa Indonesia adalah penyadaran. Pembelajaran humanistik memberikan kesempatan kepada orang dewasa untuk melakukan analisis kritis mengenai lingkungannya, memperdalam persepsi dirinya dalam hubungan dengan lingkungannya, dan membina rasa percaya dalam hal kreativitas dan kapabilitas untuk melakukan tindakan yang berkait dengan prinsip pembelaran humanistik berikut:
1)      Peserta belajar merasakan butuh untuk belajar.
2)      Lingkungan belajar nyaman secara fisik, saling percaya dan menghargai, saling bantu, bebas menyatakan pendapat dan menerima kenyataan adanya perbedaan.
3)      Peserta belajar menghayati tujuan pengalaman belajar untuk menjadi tujuannya.
4)      Peserta belajar merasa bertanggung jawab merencanakan dan mengoperasikan pengalaman belajar.
5)      Peserta belajar berpartisipasi aktif dalam proses belajar.
6)      Peserta belajar berhubungan dengan memanfaatkan pengalaman peserta belajar.
7)      Peserta belajar memiliki hasrat maju mencapai tujuan.

4.      4. Jelaskan perbedaan Paedagogi dan Andragogi; uraikan konsep teorinya dan uraikan kecenderungan dalam praktik yang dikembangkan di sekolah dan lembaga pendidikan orang dewasa.

Jawaban
Perbedaan antara paedagogi dan andragogi. Paedagogi dan andragogi berasal dari bahasa yunani. Paedagogi yang ditarik dari kata “Paid” artinya anak dan “Agogus” artinya  membimbing atau memimpin. Dengan demikian paedagogi adalah ilmu atau seni membimbing, memimpin atau mengajar anak-anak. Andragogi ditarik dari kata “Aner” yang artinya orang (man). Dengan demikian andragogi adalah seni dan ilmu yang digunakan  untuk membantu orang dewasa belajar. Knowles (1980) dalam bukunya The Modern Practice of Adult Education menegaskan  adanya perbedaan antara belajar orang dewasa dan belajar bagi anak-anak dilihat dari segi perkembangan kognitif. Menurut Knowles ada empat asumsi utama yang membedakan antara andragogi dan paedagogi, yaitu perbedaan.
1)      Konsep diri, orang dewasa membutuhkan kebebasan yang lebih bersifat mengarahkan diri
2)      Pengalaman, orang dewasa mengumpulkan pengalaman yang makin luas dan menjadi sumber daya yang kaya dalam kegiatan belajar
3)      Kesiapan untuk belajar, orang dewasa ingin mempelajari bidang masalah yang dihadapi dan dianggapnya relevan
4)      Orientasi ke arah kegiatan belajar, orientasi orang dewasa berpusat pada masalah dan kecil kemungkinannya berpusat pada subjek.
 Kecenderungan teori yang digunakan dalam lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah (nonformal) adalah teori paedagogi. Jadi melihat kondisi realitas yang ada sekarang ini masih lebih menekankan pada proses pembelajaran yang hanya untuk mencerdaskan secara kognitif saja dengan melihat kurikulum yang ada saat ini. Penulispun sudah termasuk dalam kategori orang dewasa akan tetapi dalam proses pendidikan dari dasar sampai perguruan tinggi tetap yang menjadi bahan evaluasinya adalah cerdas secara intelektual yang didasarkan pada angka-angka kuantitatif. Padahal subtansinya pendidikan adalah untuk menilai secara keseluruhan tidak terfokus pada kognitif saja akan tetapi afektif, psikomotorik dan spiritual. Sebagai contoh produk-produk penerapan teori paedagogi adalah banyaknya manusia yang pintar tapi korupsi, seorang professor di salah satu universitas ternama di Sulawesi selatan ditangkap sedang “nyabu” bersama seorang mahasiswi. Seperti itulah sebagian kondisi pendidikan Indonesia sekarang ini karena sikap yang tidak menjadi perhatian utama. Sebagai generasi muda yang akan memperdalam teori humanistik akan memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan saat ini melalui menulis di media-media massa agar penulis merasa bertanggung jawab sebagai orang yang diberikan kesempatan untuk mengikuti jenjang pendidikan yang lebih baik.
5.    5. Uraikan pandangan Carl Rogers, tokoh psikologi humanistic yang mendukung konsep andragogi. Uraikan juga pandangan Maslow yang mendukung konsep andragogi

Jawaban
Carl roger adalah seorang ahli ilmu jiwa humanistik yang menganjurkan perluasan penggunaan teknik psikoterapi di bidang pembelajaran. Menurut pendapatnya , peserta belajar dan fasilitator hendaknya memiliki pemahaman yang dalam mengenai dirinya melalui pengalaman kelompok yang lebih intensif. Pendekatan ini lebih dikenal dengan istilah latihan sensitivitas dan sering pula disebut kelompok T (T-groups), kelompok temu karya/wicara, kelompok laboratorium, lokakarya intensif, analisis transaksional, dan latihan hubungan masyarakat. Menurut Rogers, latihan sensitivitas dimaksudkan untuk membantu peserta belajar berbagi rasa dalam penjajagan sikap dan hubungan interpersonal di antara mereka. Semula latihan sensitivitas diselenggarakan untuk para fasilitator dan tenaga administrasi, kemudian atas anjuran Rogers latihan itu juga diselenggarakan dikalangan siswa-siswa sekolah lanutan dan sekolah tinggi dengan metode yang sama. Rogers menyebut sistem tersebut pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar, satu sebutan yang merefleksikan konsep dasarterapi yang berpusat pada klien.
Rogers mengemukakan ada tiga unsur penting dalam belajar berpengalaman (experimential learning).
1)      Peserta belajar hendaknya dihadapkan pada masalah nyata yang ingin dicari penyelesaiannya.
2)      Apabila kesadaran akan masalah telah terbentuk, maka terbentuk pulalah sikap terhadap masalah tersebut. Pada tahap ini, sikap terbentuk melalui proses kenyataan-penerimaan-pengertian empatik.
3)      Adanya sumber belajar, baik manusia maupun bahan tertulis/tercetak.
Pandangan Abraham maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal: (1) suatu usaha yang positif untuk berkembang, dan (2) kekuatan untuk melawan dan menolak perkembangan itu. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hierarkis. Pada diri setiap orang terdapat berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang , takut untuk mengambil kesempatan, takut dengan apa yang sudah ia miliki, dan sebagainya. Tetapi disisi lain, seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar, dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri. Menurut Abraham yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya misalnya keterampilan membangun dan menjaga hubungan yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, kesadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya.     


IKLAN
Menerima pendaftaran agen tour and travel dengan harga murah dari aplikasi tiket yang yang terkenal saat ini. 
silahkan cek ig @alayyubtravel atau hubungi nomor WA 083123419866. Mohon bantu disebarkan yah. Terima Kasih
  

FILSAFAT PENDIDIKAN SOSIAL

Filsafat pendidikan sosial merupakan nama lain dari filsafat pendidikan luar sekolah atau sekarang disebut dengan filsafat pendidikan non formal. Filsafat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari esensi atau pokok pangkal dari sesuatu, sedangkan pendidikan non formal adalah pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, pelengkap, dan penambah pendidikan formal (UU RI No. 20 Tahun 2003). Akan tetapi, penulis memahami bahwa esensi/subtansi pendidikan non formal adalah pendidikan yang berlangsung sepanjang hayat. Penulis juga menyadari bahwa mata kuliah filsafat pendidikan non formal merupakan satu bagian yang terkait dengan mata kuliah pada semester satu, yaitu filsafat ilmu. Sebagaimana filsafat ilmu membahas secara umum hakikat dari ilmu dan filsafat pendidikan non formal dan membahas khusus hakikat pendidikan itu sendiri yang notabenenya pendidikan merupakan bagian dari ilmu.







1.      Buatlah refleksi filosofis Saudara tentang:
a.     Landasan ontologis filsafat pendidikan pendidikan sosial atau non formal
Jawaban:
Ontologi menyelidiki hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata yang sangat terbatas pada panca indra. Landasan ontologis filsafat pendidikan non formal adalah pendidikan untuk semua. Pendidikan untuk semua dikategorikan sebagai landasan ontologis pendidikan non formal karena penulis merasa bahwa pendidikan sekolah belum mampu untuk menjawab permasalahan pendidikan di belahan dunia dan khususnya di Indonesia.
b.    Landasan epistemologis filsafat pendidikan sosial atau non formal
Jawaban:
Epistemologis membahas proses dan cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan. Adapun landasan epistemologis filsafat pendidikan non formal adalah fleksibel, kontekstual dan fungsional. Fleksibel berarti luwes, kontekstual berarti berhubungan dengan konteksnya, dan fungsional yang berarti sesuai dengan fungsi atau pendidikan yang memiliki arti dan makna bagi masyarakat.




c.     Landasan aksiologis/nilai filsafat pendidikan sosial atau non formal
Jawaban:
Aksiologis membahas tentang nilai, manfaat, dan tujuan. Penulis juga memahami  bahwa aksilogis membahas lebih dalam berkaitan dengan untuk apa pendidikan non formal tersebut? Pendidikan non formal bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, penuntasan kemiskinan, pemerolehan pengetahuan dan keterampilan untuk keberlangsungan hidupnya serta pemenuhan hak sebagai manusia paripurna. Peningkatan kesejahteraan masyarakat akan terjadi jika masyarakat tersebut memperoleh pengetahuan sehingga menjadi sadar dan mampu untuk memahami kebutuhannya.

2.      Buatlah suatu analisis apakah praktik pendidikan sosial di Indonesia telah sesuai dengan landasan filsafati sebagaimana yang diidealkan oleh Saudara. Berikan satu contoh kasus untuk analisis yang Saudara lakukan.
Jawaban:
Dalam praktiknya pendidikan non formal masih jauh dari apa yang diharapkan. Paradigma sebagian besar masyarakat masih memandang bahwa pendidikan sebenarnya adalah pendidikan formal (sekolah). Hal pertama yang perlu dilakukan adalah  mengubah mindset masyarakat tersebut. Sebagaimana yang kita pahami bahwa pendidikan bukan hanya pendidikan formal (sekolah), tetapi masih ada pendidikan informal dan non formal yang lebih luas memaknai permasalahan bangsa Indonesia. UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 ayat 10 yang menjelaskan bahwa satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non fomal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Dari situ sudah jelas akan hal tersebut. Akan tetapi, di lain pihak, pemerintah masih memandang sebelah mata pendidikan non formal dan informal. Terbukti, dengan usaha pemerintahan Bapak Jokowi-JK yang sebelumnya ingin mengubah nama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menurut penulis sudah dapat mewakili direktorat-direktorat yang ada di dalamnya seperti pendidikan dasar, menengah, anak usia dini, non formal dan informal. Malah, di ganti dengan nama Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah yang hanya mewakili tiga direktorat saja. Hal itu mengindikasikan bahwa pemerintah hanya ingin memfokuskan pendidikan pada sektor formal saja. Padahal jika memahami permasalahan pendidikan yang kompleks ini dan belajar pada negara-negara maju maka perlu adanya sinergitas antara pendidikan formal, non formal dan informal. Kasus tersebut dapat dipahami bahwa kurang pahamnya pemerintah mengenai esensi dan subtansi dari pendidikan itu sendiri. Dan sampai hari ini penulis masih sering mendengar dari media cetak maupun elektronik penyebutan nama Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah. Dari analisis kasus tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa praktik pendidikan non formal belum sesuai dengan landasan filsafati karena masalah asumsi dasar dari pendidikan yang belum terpahamkan oleh masyarakat dan pemerintah. Harapannya, semoga pendidikan non formal lebih diperhatikan lagi baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat luas. Sebagaimana negara-negara maju di Eropa dan Amerika yang menyederajatkan antara pendidikan formal, non formal dan informal. Selain itu, penulis juga menganalisis implementasi pendidikan non formal di masyarakat yang sampai hari ini masih konsisten menjadi pelengkap dari pendidikan formal. Contohnya, kursus bahasa Inggris yang notabenenya dikelola oleh lembaga pendidikan non formal masih sangat menarik di mata masyarakat. Itu dikarenakan, masyarakat belum mendapatkan pengetahuan lebih mengenai pendidikan bahasa Inggris di sekolah sehingga solusinya adalah belajar melalui pendidikan non formal. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengaruh pendidikan non formal sangat menentukan kualitas manusia di Indonesia.   


3.      a. Buatlah perbandingan antara ide-ide pokok progresivisme dan rekonstruksionisme  dalam pendidikan.
Jawaban:
Ide pokok progresivisme:
1)      Progresivisme berakar pada pragmatisme.
2)      Sasaran pendidikan ialah meningkatkan kecerdasan praktis (kompetensi) dalam rangka efektifitas pemecahan masalah yang disajikan melalui pengalaman.
3)      Nilai bersifat relatif, terutama nilai duniawi, menjelajah, aktif, evolusioner, dan konsekuensi perilaku.
4)      Bersifat evolusioner dengan gaya liberalistik.
5)      Pendidikan adalah proses perkembangan, sehingga seseorang pendidik meski selalu siap untuk senantiasa memodifikasi berbagai metode dan strategi dalam pengayaan ilmu pengetahuan terbaru.
6)      Peranan guru tidak langsung, melainkan memberi petunjuk kepada siswa.
7)      Kehidupan yang demokratis merupakan kondisi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan kearah kemajuan
8)      Belajar melakukan pemecahan masalah
Ide pokok rekonstruksionisme
1)      Suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
2)      Menjadikan masyarakat sebagai agen perubahan sosial melalui pendidikan.
3)      Peserta didik diajarkan untuk berpikir kritis dari akar guna merombak susunan pendidikan yang baru.
4)      Anak, sekolah dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial.
5)      Bersifat revolusioner, menuju kehidupan yang sejahtera pada kurun waktu tertentu.
b. Apa ide-ide dari rekonstruksionisme yang relevan bagi pengembangan filsafat pendidikan sosial di Indonesia? Jelaskan!
Jawaban:
Beberapa ide yang telah disebutkan. Penulis memilih beberapa ide yang kiranya urgen dan sangat relevan bagi pengembangan filsafat pendidikan non formal di Indonesia, yaitu pada konteks anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri, dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial. Jadi mereka harus memahami kebudayaan mereka masing-masing, sehingga mereka akan saling menghargai. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah penduduk ± 230.000.000.000 jiwa yang terdiri dari 1128 suku, 746 bahasa dan beberapa kepercayaan. Hal tersebut jika dimaknai secara positif maka akan menjadi suatu kekayaan bangsa yang tidak dimiliki oleh negara lain. Akan tetapi, keberagaman budaya, suku, agama juga dapat menimbulkan sisi negatif jika tidak ditanggapi secara dewasa. Kondisi realitas Indonesia hari ini adalah masih banyaknya konflik horizontal yang terjadi, seperti konflik antaragama yang terjadi di Maluku dan Poso dan konflik antarsuku Madura dan Dayak di Kalimantan dan berbagai konflik horizontal lainnya. Realitas ini menjelaskan bahwa masih adanya pemahaman di masyarakat akan primordialisme terhadap suku dan agamanya masing-masing sehingga menganggap suku atau agama lain rendah di mata mereka. Persoalan tersebut dapat dihindari ketika pemahaman tentang kebinekaan dan toleransi terus dijunjung tinggi. Hal demikian dapat terlaksana melalui pendekatan aliran filsafat pendidikan rekonstruksionisme. Contohnya, jika masyarakat dibelajarkan keaksaraan fungsional di PKBM perlu diterapkan juga pemahaman menghargai kebudayaan orang lain dan sekaligus menyampaikan bahwa di negara Indonesia ini begitu banyak suku, agama, ras, dan antar golongan akan tetapi harus tetap memperioritaskan persatuan dan kesatuan Indonesia dan menjunjung tinggi toleransi terhadap seseorang.

4.      Ada lima aliran filsafat pendidikan yang dikenal dalam pendidikan non formal, yaitu aliran humanis, behavioris, liberalis, progresivis, dan radikal. Menurut Saudara, aliran filsafat mana yang tepat diterapkan dalam pendidikan non formal di Indonesia? Jelaskan!
Jawaban:
Menurut penulis, aliran filsafat pendidikan yang tepat diterapkan dalam pendidikan non formal di Indonesia adalah aliran progresivisme. Mengapa? Karena sebagaimana yang dipahami dalam konteks negara Indonesia bahwa pola atau cara menerapkan pendidikan non formal yang baik harus lebih bersifat fleksibel, kontekstual dan fungsional. Jadi, yang diajarkan kepada masyarakat adalah apa yang bermanfaat bagi mereka. Misalnya, kita mengajari keterampilan memancing di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang kita ketahui bahwa daerah tersebut merupakan derah pegunungan, maka hal tersebut tidak akan bermanfaat dan tidak kontekstual dengan permasalahan masyarakat. Begitupun dengan manfaat aliran progresivisme ini, mampu untuk menjadikan masyarakat menjadi berpikir maju serta dapat menganalisis kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang dapat meningkatkan segi ekonominya seperti mengelola desa agraris menjadi desa wisata yang secara tidak langsung dapat meningkatkan penghasilan dari masyarakat tersebut. Olehnya itu, diperlukan pemahaman mendalam mengenai aliran ini.

5.      Apa kelemahan dan kelebihan dari filsafat pendidikan behaviorisme? Apakah ada ide-ide filsafat behaviorisme yang diterapkan dalam pendidikan non formal di Indonesia? Jelaskan pendapat Saudara disertai contoh-contohnya.
Jawaban:
Kelemahan filsafat pendidikan behaviorisme:
1)      Tidak mampu menjelaskan proses pendidikan yang kompleks. Terfokus pada satu tujuan.
2)      Kurang dapat menjelaskan adanya variasi emosi warga belajar.
3)      Warga belajar menjadii kurang kreatif karena proses pendidikan bersifat kaku.
4)      Pendidik dan peserta didik (warga belajar) melakukan interaksi yang bersifat paternalistik
Kelebihan Filsafat pendidikan behaviorisme
1)      Menekankan pada perubahan perilaku sehingga menjadikan manusia sebagai manusia yang mengikuti norma yang ada.
2)      Warga belajar memiliki semangat yang tinggi karena adanya reward dari pendidik sehingga warga belajar termotivasi untuk melakukan yang terbaik.
3)      Memiliki kurikulum yang jelas mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi sehingga proses belajar termanajemen dengan baik.
4)      Aliran pendidikan yang berusaha untuk tetap mempertahankan adat istiadat, norma-norma, dan kebudayaan yang termanifestasikan melalui tingkah laku.


Ide-ide filsafat behaviorisme yang diterapkan dalam pendidikan non formal di Indonesia yaitu mengenai perubahan tingkah laku warga belajar dalam menghadapi berbagai wujud perubahan di zaman modernisasi saat ini. Perubahan tingkah laku merupakan hal utama yang harus diubah. Banyak orang yang dikategorikan cerdas secara intelektual akan tetapi secara emosional/ tingkah lakunya masih sangat meresahkan masyarakat. Terbukti dari beberapa kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Orang yang terjerat kasus korupsi adalah rata-rata orang yang secara stratifikasi sosial dan pendidikan menengah ke atas atau dikategorikan cerdas secara intelektual. Namun, realitasnya kecerdasan intelektual tidak mampu menjamin seseorang untuk tidak malakukan perbuatan yang menyimpan dari norma masyarakat. Hal tersebut sudah membudaya di negara ini. Sebagai generasi muda, kita harus mampu untuk tidak mengikuti tingkah laku (behavioris) yang menyimpang dari pejabat negara tersebut. Salah satu solusinya yaitu dengan pendekatan pendidikan non formal yang mencakup segala proses pendidikan yang terlaksana di luar dari pendidikan formal. Mulai dari keluarga, masyarakat, sahabat, lembaga masyarakat, media dan hal lainnya yang terkait dengan pendidikan non formal. Ide yang lain mengenai adanya reward atau stimulus dari pendidik. Dari situ,  warga belajar terstimulus dan termotivasi untuk berprestasi dan melakukan yang terbaik. Misalnya, dalam konteks pendidikan kesetaraan paket A, B, maupun C. Warga belajar distimulus oleh ijazah paket tersebut sehingga termotivasi untuk mendapatkan hal tersebut. Di lain pihak, dalam konteks pendidikan formal, penulis memahami bahwa aliran behavioris masih sangat berpengaruh besar. Terbukti dalam situasi pendidikan yang selalu menerapkan sistem cumlaude dan peringkat siswa sehingga siswa termotivasi dengan stimulus tersebut. Bukan hanya kasus-kasus dia tas, masih ada beberapa ide-ide yang lain yang sangat relevan di dunia pendidikan saat ini.