A. Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dari mulai lahir (sejak
dari buaian), manusia senantiasa belajar dengan yang terjadi di sekitarnya.
Hingga manusia lanjut usia bahkan meninggal dunia, ia tetap melakukan
prakondisi-prakondisi dalam melihat persoalan yang dihadapi, dan inilah proses
pembelajaran.
Pendidikan
merupakan suatu pemikiran yang praktis dan mebutuhkan teori dalam menciptakan
sistem pendidikan yang ideal. Oleh sebab itu, pendidikan harus berangkat
dari filsafat yang khusus dan condong membahas tentang pendidikan. Apalagi jika
ada beberapa pertanyaan radikal tentang pendidikan yang berhubungan
dengan ilmu-ilmu sosial dan alam.Oleh karena itu, makalah ini membahas filsafat
radikalis dalam pendidikan pendidikan sosial.
Ada beberapa
pendapat dan versi dalam mendefinisikan radikalisme ini, diantaranya ada yang
berpendapat bahwa kata radikal itu berasal dari kata latin “radix” yang artinya
akar atau pohon. Jadi orang yang radikal sebenarnya adalah orang yang mengerti
sebuah permasalahan sampai ke akar-akarnya, dan karena itu mereka lebih sering memegang
teguh sebuah prinsip dibandingkan orang yang tidak mengerti akar masalah.
Pengertian lain mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan radikal atau
radikalisme itu adalah prinsip-prinsip atau praktik-praktik yang dilakukan
secara radikal. Suatu pilihan tindakan yang umumnya dilihat dengan
mempertentangkan secara tajam antara nilai-nilai yang diperjuangkan oleh
kelompok (aliran) agama tertentu dengan tatanan nilai yang berlaku atau
dipandang mapan pada saat itu. (Prof. Dr. Mudjahirin Thahir)
Namun dalam makalah ini radikalisme lebih
difokuskan pada Filsafat pendidikan radikal mempunyai
arti sama dengan filsafat
rekonstruksionis mempromosikan perubahan sosial, politik, dan ekonomi melalui
pendidikan. Jadi untuk selanjutnya dalam makalah ini akan dibahas tentang
filsafat Rekontruksionisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat, Radikalisme,
Dan Filsafat Radikalisme
Filsafat
adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara
kritis dan dijabarkan dalam konsep medasar. Filsafat merupakan studi tentang
penggunaan kekuatan pemikiran, sebagai puncak akhir sebab-sebab di alam nyata.
Radikalisme
artinya pengekangan kepada seseorang. Jadi, filsafat radikalisme artinya sebuah
cabang filsafat dimana filosofisnya mengekang kepada peserta didik untuk selalu
tunduk terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan.
Filsafat
radikal pendidikan orang dewasa sering disebut filsafat rekonstruksionis
mempromosikan perubahan sosial, politik, dan ekonomi melalui pendidikan.
Pendidik dan peserta didik adalah mitra sejajar dalam proses pembelajaran.
Pendidik adalah koordinator kelas dan membuat saran tetapi tidak langsung
proses pembelajaran. Filosofi ini mencakup konsep-konsep seperti non compulsor
belajar dan Deschooling. Paparan media dan orang-orang dalam situasi kehidupan
nyata dianggap metode pengajaran yang efektif. Holt, Freire, dan Illich adalah
pendukung filsafat pendidikan orang dewasa radikal. Beberapa penelitian yang
menemukan bahwa menggunakan Persediaan Zinn (1990) untuk membangun filosofi
pendidik dewasa. Rachat, DeCoux, Leonard, dan. Pierce (1993) diberikan para
petinggi Dewasa Skala Learning (PALS) dan philosoph)
Aliran
filsafat rekonstruksionisme adalah aliran filsafat yang berusaha merombak tata
susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Aliran filsafat pendidikan ini menganggap bahwa pendidikan adalah salah satu
bidang yang sangat berperan penting dalam menghadapi permasalahan dunia. Karena
dengan pendidikan maka akan tercipta orang-orang yang berfikir dan memiliki
pemikiran yang dapat mengubah dunia. Aliran filsafat pendidikan
rekonstruksionisme menginginkan pendidikan sebagai agen utama dalam
rekonstruksi sosial . Maksudnya ialah, bahwa pendidikan diharapkan merupakan
satu satunya agen atau sumber utama pemegang tatanan sosial ini, yang dimaksud
disini ialah peran pendidik dalam membawa peserta didiknya harus mampu berinovasi
dalam memecahkan masalah. Kemudian dalam aliran filsafat pendidikan ini
diharapkan metode-metode pengajaran harus didasarkan pada prinsip-prinsip
demokratis yang bertumpu pada kecerdasan “asali” jumlah mayoritas untuk
merenungkan dan menawarkan solusi yang paling valid bagi persoalan-persoalan
umat manusia , maksudnya adalah di dalam proses belajar mengajar seorang
pendidik harus memberi kesempatan kepada pendidik untuk berfikir dan ikut serta
dalam pembelajaran sehingga proses pembelajaran berjalan sesuai dengan student
center approach yaitu siswa sebagai objek atau pusat pembelajaran. Guru
memberikan kepada siswa untuk berfikir dan mengeluarkan semua pemikirannya,
sehingga guru hanya sebagai fasilitator , namun juga harus memiliki keterbukaan
yang jelas kepada siswa, misalnya ada siswa yang dirasa kurang tepat dalam
memberikan argumentasinya maka guru berhak melengkapinya. Pokok bahasan yang
dibahas harus diinterkoneksikan dengan persoalan-persoalan atau isu-isu aktual
sehingga akan melatih peserta didik untuk berfikir secara kritis. Seorang
pendidik harus bisa merangsang pemikiran siswanya sehingga siswa akan peka
terhadap masalah-masalah sosial yang akan mereka hadapi. Jika menurut aliran
filsafat pendidikan rekonstruksionisme seperti tersebut di atas, bagaimana
dengan pendidikan pada nyatanya? Sebagian besar pendidikan di Indonesia belum
mencerminkan pendidikan rekonstruksionis, walaupun ada juga sekolah-sekolah
yang telah menerapkan hal tersebut. Namun kali ini penulis akan membahas
pendidikan di Indonesia yang masih menggunakan sistem tradisional dalam
pendidikan. Jika filsafat pendidikan rekonstruksionis menginginkan sekolah
sebagai agen perubahan sosial dan sekolah menerapkan sistem demokratis, namun
pada kenyataannya sekolah belum bisa memenuhi hal tersebut. Metode pembelajaran
yang diterapkan dalam kelas masih teacher center approach atau guru sebagai
objek atau pusat pembelajaran, guru menyampaikan materi dengan ceramah, siswa
hanya mendengarkan guru berbicara. Guru pun tidak mau mendengarkan suara-suara
muridnya, sehingga pembelajaran tidak demokratis, akibatnya sekolah menjadi
pencetak orang-orang yang pasif, yang tidak tanggap terhadap permasalahan luar.
B. Sejarah Aliran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme
berasal dari kata reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks
filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang
berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan
yang bercorak modern . Dalam rekontruksionisme ini disamakan dengan radikal
karena disini dalam pendidikannya murid diajarkan untuk berfikir kritis dari
akar guna merombak susunan pendidikan yang baru. Aliran ini timbul karena pada
tahun 1930an dunia telah mengalami krisis, sampai-sampai di negara bagian Eropa
dan Asia mengalami totalitarianisme yaitu hilangnya nila-nilai kemanusiaan
dalam sosial. Dunia pada saat itu mengalami kebangkrutan yang sangat besar,
mulai dari maraknya terorisme, kesenjangan global, nasionalisme sempit,
banyaknya manusia yang berperilaku amoral, dan masih banyak lagi.
Aliran
ini dipelopori oleh George S. Count dan Harold Rugg. Count menawarkan
pidato-pidato provokatifnya yang intinya bahwa sekolah harus membangun sebuah
tatanan sosial baru, Count mengatakan bahwa sekolah atau lebih sempitnya para
pendidik untuk mengorganisasi diri dari tingkat TK sampai Perguruan Tinggi.
Karena pemikiran tersebut maka bermunculan sebuah kebalikan dari peran
tradisional sekolah menuju peran sebagai agen reformasi kemasyarakatan yang
bersifat aktif.
Aliran
rekonstruksionis bertujuan untuk menjadikan masyarakat sebagai agen perubahan
sosial melalui pendidikan, karena pada zaman dahulu mereka menganggap bahwa
pendidikan telah menjauhkan mereka dari masyarakat, maka dari itu, aliran ini
ingin mengubah pandangan tersebut dan melalui pendidikan maka kita akan dekat
dengan masyarakat.
C. Prinsip
Rekonstruksionisme
Artikel
yang berjudul “future shock” (kejutan masa depan) karya Alvin Toffler telah
membuka mata dunia bahwa manusia telah mengalami tekanan yang hebat jika
dibebani perubahan dalam waktu yang sangat singkat. Dalam artikel tersebut ia
menjelaskan bahwa apa yang dialami sekolah atau pendidikan saat ini adalah
sebuah hal yang sangat sia-sia dan tanpa harapan, karena pendidikan saat itu
sangat lambat bergerak, ibarat pendidikan berjalan menjadi serangkaian praktik
dan asumsi yang dikembangkan hanya melayani era industri, sedangkan situasi
sosial telah memasuki periode superindustri. Sekolah kita lebih sibuk mengurusi
sistem yang mati daripada menangani masyarakat baru yang sedang tumbuh. Energi besarnya dipergunakan untuk
mencetak manusia industrial, yaitu manusia yang disiapkan untuk bisa hidup
dalam sistem yang akan mati sebelum mereka eksis. Untuk membantu mencegah
kegagapan masa depan yang akan datang, kita harus menciptakan sebuah sistem
pendidikan superindustrial. Maka dari itu, kita harus mencari tujuan-tujuan
pendidikan dan metode-metode dimasa akan datang, bukan justru dimasa lalu .
Jadi intinya, prinsip aliran rekonstruksi adalah menciptakan suatu sistem
pendidikan dimana pendidikan itu mengarah kepada masa depan bukan berjalan
lambat dan sistem pendidikan yang dapat merespon permasalahan yang muncul yang
akan datang.
D. Hakikat
Rekonstruksionisme
1. Ontologi
Pandangan
ontologi menjelaskan tentang bagaimana hakikat dari segala sesuatu. Aliran
rekonstruksionisme memandang bahwa relaita itu universal (noor syam). Untuk
mengerti suatu realita beranjak dari suatu yang konkrit dan menuju kearah yang
khusus menampilkan diri dalam perwujudan sebagaimana yang kita lihat dihadapan
kita dan dapat ditangkap oleh indera manusia dan akal pikiran. Pada prinsipnya,
aliran rekonstruksionisme memandang alam metafisika merujuk dualisme, yang
menurut Bakhrie aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua
macam hakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan rohani
2. Epistemologi
Berpijak
dari pola pemikiran bahwa untuk memahami realita alam nyata memerlukan suatu
azas tahu dalam arti bahwa tidak mungkin memahami realita ini tanpa melalui
proses pengalaman dan hubungan dengan realita terlebih dahulu melalui penemuan
suatu pintu gerbang ilmu pengetahuan. Karenanya, baik indera maupun rasio
sama-sama berfungsi membentuk pengetahuan, dan akal dibawa oleh panca indera
menjadi pengetahuan dalam yang sesungguh sungguhnya. Aliran ini juga
berpendapat bahwa dasar dari suatu kebenaran dapat dibuktikan dengan
self-evidence, yakni bukti yang ada pada diri sendiri, realita dan
eksistensinya. Pemahamannya bahwa pengetahuan yang benar buktinya ada didalam
pengetahuan ilmu itu sendiri. Contoh adanya Tuhan tidak perlu dibuktikan dengan
bukti bukti lain atas eksistensi Tuhan. Kajian tentang kebenaran itu diperlukan
suatu pemikiran, metode yang diperlukan guna menuntun agar sampai kepada
pemikiran yang hakiki. Penalaran penalaran memiliki hukum hukum tersendiri agar
dijadikan pegangan ke arah penemuan definisi atau pengertian yang logis .
3. Aksiologi
Menurut
Imam Barbadib, aliran rekonstruksionisme memandang masalah nilai berdasarkan
asas asas supernatural yakni menerima nilai natural dan universal, yang abadi
berdasarkan prinsip nilai teologis. Hakikat manusia adalah emanasi yang
potensial dari dan dipimpin oleh Tuhan dan atas dasar inilah tinjauan tentang
kebenaran dan keburukan dapat diketahuinya. Kemudian manusia sebagai subjek
telah memiliki potensi potensi kebaikan dan keburukan sesuai dengan kodratnya.
Kebaikan itu akan tetap tinggi nilainya bila tidak dikuasai oleh hawa nafsu
belaka, karena itu akal mempunyai peran untuk memberi penentuan E. Esensi Pendidikan dalam Aliran Filsafat
Rekonstruksionise Hidup
Dalam
rekontruksionisme ini disamakan dengan radikal karena disini dalam
pendidikannya murid diajarkan untuk berfikir kritis dari akar guna merombak
susunan pendidikan yang baru. khususnya pendidikan, telah diselenggarakan
dengan cara dan pemikiran yang salah. Oleh karenanya, makin hari hidup dan
kehidupan bukannya bertambah baik, justru malah bertambah buruk. Dunia bahkan
mengalami sesuatu yang mereka sebut dalam situasi krisis dan sakarat. Satu
satunya solusi untuk keluar dari semua itu menurut aliran ini tidak lain adalah
dengan mengubah praktek pendidikan yang ada ke dalam konstruksi konstruksi baru
. Kalau dulu pendidikan dianggap sebagai menjauhkan dari masyarakat karena
pendidikan zaman dahulu mengabaikan masalah masalah yang hidup atau yang ada
dalam masyarakat, namun pemikiran ini berkeinginan bahwa pendidikan harus dapat
memecahkan persoalan persoalan yang hidup dalam masyarakat sehingga pendidikan
tidak dianggap memisahkan dari masyarakat.
Teori pendidikan rekonstruksionisme yang
dikemukakan oleh Brameld terdiri atas 6 tesis , yaitu:
a)Pendidikan
harus dilaksanakan disini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial
baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang
mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern. Sekarang
peradaban menghadapi kemungkinan penghancuran diri. Pendidikan harus
mensponsori perubahan yang benar dalam nurani manusia. Pendidikan harus menjadi
alat utama untuk menjawab atau menyelesaikan persoalan yang tengah dihadapi,
pelaksanaan pendidikan sesegera mungkin dilaksanakan, kalau pendidikan tidak
segera dilaksanakan maka infrastruktur yang lain akan cepat hancur, maka dari
itu pendidikan adalah kunci utama untuk membangun tatanan kehidupan sosial,
karena pendidikan dapat mempengaruhi bidang-bidang lain seperti ekonomi, sosial
dan budaya.
b)
Anak, sekolah dan pendidikan itu
sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial. Menurut
rekonstruksionalisme, hidup beradab adalah hidup berkelompok, sehingga kelompok
akan memainkan peran yang penting di sekolah. Untuk menghasilkan pembelajaran yang
harmonis di dalam kelas antara guru, peserta didik dan subjek-subjek pendidikan
lainnya maka mereka harus memahami kebudayaan mereka masing-masing, sehingga
mereka akan saling menghargai.
c)Guru harus
meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara bijaksana dengan
cara memperhatikan prosedur yang demokratis. Seorang guru atau pendidik harus
memiliki sikap percaya diri dan merasa bahwa ia mampu untuk membimbing peserta
didiknya, dengan begitu seorang peserta didik akan berhasil dalam membimbing
peserta didiknya dan ia tidak akan diremehkan oleh peserta didik.
d)
Cara dan tujuan pendidikan harus
diubah seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan kebutuhan yang
berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan
dengan sains sosial. Tujuan pendidikan haruslah disesuaikan dengan peserta
didiknya. Selain itu juga harus disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya agar
pendidikan mampu menjawab problem-problem dimasyarakat.
e)Kita harus
meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai,
struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.
Menurut
Sukmadinata (1997: 93) kurikulum rekonstruksi sosial memiliki komponen-komponen
yang sama dengan model kurikulum lain tetapi isi dan bentuk-bentuknya berbeda :
a) Tujuan dan
isi kurikulum, Tujuan program pendidikan setiap tahun berubah.
b)
Metode, dalam pengajaran
rekonstruksi sosial para pengembang kurikulum berusaha mencari keselarasan
antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan siswa. Guru-guru berusaha membantu
para siswa menemukan minat dan kebutuhannya. Setiap siswa memiliki kemampuan
yang berbeda serta bakat minat yang berbeda maka dari itu tugas pendidik adalah
membimbing masing-masing peserta didik untuk menemukan minatnya, minimal
pendidik mampu mendampingi peserta didik dalam mengembangkan kemampuannya.
c)Evaluasi.
Dalam kegiatan evaluasi para siswa dilibatkan terutama dalam memilih dan
menyusun dan menilai bahan yang akan diujikan. Yang dimaksud disini ialah
peserta didik membantu dalam hal memilih bahan atau materi yang telah
dipelajari dan layak untuk dijadikan tes atau evaluasi.
F. Implikasi
Filsafat Rekonstruksionisme dalam Pendidikan
Adanya
filsafat pendidikan rekonstruksionisme diharapkan pendidikan di Indonesia
sekarang ini dapat menjadi agen utama dalam rekonstruksi tatanan sosial,
pendidikan adalah alat utama untuk menentukan masa depan bangsa, maka dari itu
masalah pendidikan dipandang sangat penting, aliran ini berharap pendidikan
dapat mengubah tatanan sosial masyarakat, pendidikan dapat mengubah
perekonomian masyarakat, pendidikan dapat mengubah segala bentuk apapun yang
ada dalam masyarakat. Maka dari itu pendidikan diharap mampu untuk menjadi agen
perubahan sosial, walaupun pada kenyataanya sekarang pendidikan belum nampak
memberikan kontribusi yang luas dalam masyarakat, justru malah orang-orang dari
pendidikan yang merusak negara ini, seperti halnya korupsi yang makin populer
di negara ini, bukankah mereka yang korupsi adalah kaum terdidik? Mustahil
orang yang korupsi itu lulusan SD. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa sistem
pendidikan pada saat ini belum mampu mengubah tatanan sosial, justru malah
merusak tatanan sosial. Pendidikan di Indonesia belum berhasil, dalam artian
belum berhasil dalam menanamkan karakter dan kepribadian manusia yang berakhlak
baik. Metode-metode pengajaran harus didasarkan pada prinsip-prinsip demokratis
yang bertumpu pada kecerdasan asal jumlah mayoritas untuk merenungkan dan
menawarkan solusi yang paling valid bagi persoalan-persoalan umat manusia.
Maksud yang terkandung adalah bahwa dalam proses pembelajaran di kelas, seorang
pendidik harus mampu menggunakan metode yang bisa membuat peserta didik atau
merangsang peserta didik untuk berfikir dan berani mengeluarkan pendapat
sehingga pembelajaran tidak hanya terpusat pada guru tetapi murid atau peserta
didiklah yang harus menjadi objek dari pembelajaran, contoh media atau metode
yang digunakan adalah metode diskusi, dengan metode diskusi maka peserta didik
dapat berlatih untuk mengemukakan pendapatnya, dengan begitu maka pembelajaran
akan efektif dan peserta didik dapat aktif dalam belajar, sehingga tidak hanya
guru yang menjadi sumber ilmu, namun peserta didik pun mampu menyumbang
pemikiran, dalam berdiskusi sebaiknya masalah yang diangkat adalah isu-isu
aktual yang sedang hangat di masyarakat sehingga secara tidak langsung peserta
didik akan merespon permasalahan yang telah tumbuh dalam masyarakat, dengan
begitu tidak lagi dikatakan bahwa pendidikan telah menjauhkan dari masyarakat,
justru pendidikan mendekatkan peserta didik dengan masyarakat dan memberikan
sumbangan yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam memecahkan permasalahan yang
ada. Dengan begitu pendidikan akan benar-benar berguna bagi masyarakat. Namun
pada kenyataannya di dalam proses pembelajaran masih ada pendidik melakukan
metode tanpa variasi yaitu metode ceramah secara terus menerus tanpa
memperdulikan peserta didik, peserta didik di suruh mendengarkan ceramah dari
guru tanpa diminta kontribusinya atau tanpa diminta menanggapi, sedangkan
permasalahan yang dibahas adalah permasalahan yang basi yang sudah tidak layak
dibahas lagi, dengan begitu peserta didik serasa tidak mendapatkan hasil
apa-apa dan pendidikan hanya sebagai simbol belaka tanpa guna, pendidikan
justru mencetak generasi-generasi yang takut berbicara atau generasi pasif.
Jika pendidikan formal adalah bagian tak terpisahkan dari solusi sosial dalam
krisis dunia sekarang, maka ia harus secara aktif mengajarkan perubahan sosial.
Seperti telah dibahas di atas bahwa pendidikan harus mampu memberi kontribusi
kepada masyarakat dengan cara merespon permasalahan yang sedang timbul di
masyarakat, baik itu masalah ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya,
pendidik yang baik adalah pendidik yang mampu mengajak peserta didiknya
berfikir dan peka terhadap permasalahan yang sekarang masyarakat hadapi,
sebaliknya pendidik yang tidak rekonstruksionis adalah pendidik yang takut atau
tidak berani mengajak peserta didiknya dalam menghadapi permasalahan yang
sedang hangat dibicarakan, dengan begitu peserta didik akan semakin dekat
dengan permasalahan yang ada dalam masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Latar belakang munculnya filsafat pendidikan
rekonstuksionisme adalah karena di dunia telah mengalami krisis yang hebat,
yaitu adanya totalitarianisme dan lain sebagainya, hal itu menyebabkan Count
seorang pencetus filsafat ini menganggap bahwa pendidikan adalah suatu bidang
yang layak untuk menyelamatkan dunia. Esensi pendidikan dalam filsafat
pendidikan rekonstruksionisme adalah bahwa pendidikan yang dimaksudkan dalam
filsafat pendidikan rekonstruksionisme adalah seperti apa yang dikemukakan
Brameld, yaitu pendidikan yang harus dilaksanakan sesegera mungkin, subjek
pendidikan dikondisikan dengan budaya, guru harus memiliki sikap percaya diri,
dan lain sebagaimya. Implikasi filsafat rekonstruksionisme dalam pendidikan
adalah bahwa filsafat pendidikan rekonstruksionisme yang menginginkan
pendidikan dapat menjadi agen perubahan tatanan sosial, pendidikan mampu
menawarkan solusi dalam permasalahan yang ada dalam masyarakat dan pendidikan
yang aktif mengajarkan aperubahan sosial ternyata belum sepenuhnya terlaksana.
DAFTAR PUSTAKA
H.W, Teguh Wangsa Gandhi. 2011. Mazhab-Mazhab
Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: ARRUS MEDIA
Http://maragustamsiregar.wordpress.com M.Ed, Drs. Abdullah Idi, Prof. Dr. H.
Jalaluddin. 2002. Filsafat Pendidikan. Jakarta : GAYA MEDIA PRATAMA M. Ed, Drs.
H.M Djumberanjah Indar. 1994. Filsafat Pendidikan. Surabaya: KARYA ABDITAMA R.
Knight, George, Dr. Mahmud Arif, M.Ag. (Terj). 2007. Filsafat Pendidikan.
Jogjakarta: Gama Media Sadullah, Uyoh. 2007. Pengantar Filsafat Pendidikan.
Bandung: CU ALFABETA
No comments:
Post a Comment